Oleh: Andri E. Tarigan
Memahami pentingnya penelitian lebih lanjut tentang kasus-kasus agraria yang kerap terjadi di Sumatera Utara, Hutan Rakyat Institute (HaRI) mengadakan diskusi tematis bertajuk “Desain Riset Agraria” yang diadakan di meeting room Jangga House, pada tanggal 18 Februari 2014. “Penting untuk meneliti lebih dalam tentang kasus-kasus ini,” kata Saurlin Siagian, moderator diskusi tematis, dalam salam pembukanya.
Diskusi dihadiri oleh 15 orang yang berasal dari berbagai kalangan baik itu praktisi, akademisi dan NGO (Non Government Organization). Diskusi dimulai dengan perkenalan diri oleh masing-masing peserta diskusi kemudian dilanjut dengan perkenalan Hutan Rakyat Institute, lembaga riset yang menjadi penggagas diskusi. Setelah sesi perkenalan, diskusi memasuki agenda utamanya yaitu pembahasan desain riset agraria.
Beberapa peserta terlibat tukar pendapat yang cukup menarik. Iswan Kaputra (Bitra Indonesia) menyatakan bahwa riset agraria sangat penting untuk dilakukan, Iswan memandangnya dari sisi historis. “Daerah subur Sumatera sudah sejak lama dikuasai perkebunan asing, bahkan semenjak Indonesia belum merdeka,” jelasnya.
Tongam Panggabean, seorang praktisi di bidang advokasi, menyatakan bahwa riset agraria penting diadakan mengingat riset seperti ini masih minim dilakukan di Sumatera Utara, padahal konflik tanah tengah terjadi dimana-mana. Tongam berharap ada dokumentasi ilmiah terhadap kasus-kasus konflik tanah yang ada di Sumatera Utara, terutama yang terkait perampasan hak petani miskin oleh perusahaan-perusahaan besar.
Sebagai output dari diskusi, para peserta sepakat untuk membentuk sebuah lingkar studi agraria, yang membahas secara ilmiah masalah-masalah agraria di Sumatera Utara. Lingkar studi ini diharapkan mampu mewadahi diadakannya riset pribadi dan riset kolektif terkait agraria yang dinilai penting untuk dilakukan.