Oleh: Holong Sitompul
Masyarakat Batak Toba pada umumnya senang berkumpul dan melakukan makan bersama yang ujungnya menjadi diskusi. Kebiasaan ini sering di lakukan di lapo tuak yang awalnya bernama partukkoan.
Partukkoan dahulu sering di temukan di pintu masuk desa atau dalam bahasa batak tobanya huta. Hal yang sering dibicarakan dilapo tuak dahulu lebih sering membahas tentang adat ,seperti kelahiran, pernikahan dan juga kematian.
Seiring perkembangan zaman lapo tuak tidak hanya dikunjungi oleh masyarakat etnis batak toba saja dan juga tidak hanya membahas terkait adat. Seperti yang ditemui di Desa Namo Bintang , masyarakat yang tinggal disini dihuni oleh suku karo, suku jawa, dan juga suku batak toba yang gemar untuk berkunjung ke lapo tuak walaupun untuk sekedar menikmati hidangan yang ada di lapo tuak.
Lapo tuak di era sekarang memiliki banyak perubahan ,seperti pengunjung yang bukan lagi hanya dari kalangan batak toba saja sampai fasilitas yang di beri pihak pengelola bukan lagi hanya sebuah gitar ada juga lapo tuak yang menyediakan music elektronik.
Di desa namo bintang lapo tuak di jadikan tempat untuk berbagi informasi, seperti informasi apa yang terjadi di lingkungan sekitar, situasi perkembangan desa, informasi terkait pekerjaan dan juga sebagai sarana kampanye.

Desa namo bintang memiliki 7 dusun, dimana ada 3 dusun yang mendirikan lapo tuak sebanyak 5 lapo tuak yang beraktivitas setiap hari di mulai dari pukul 17.00 wib s/d 24.00 wib.
Mayoritas pengunjung lapo tuak yang ada di desa namo bintang memiliki pekerja sebagai buruh bangunan ada kalanya dari setiap pengunjung lapo tuak memberi pekerjaan untuk pengunjung lainnya yang bekerja di bidangnya.
Di desa namo bintang ini juga di temui lapo tuak di jadikan sebagai sarana untuk berkampanye politik, seperti di tahun 2013 . Ccalon Kepala Desa perseorangan melakukan kampanye politik di lapo tuak. Calon perseorangan tersebut mengajak seluruh pengunjung lapo tuak untuk memilih dirinya. Cara yang beliau lakukan adalah dengan membayar pesanan pengunjung.
Lalu peneliti juga bertanya kepada pemilik lapo tuak pekerjaan apa yang dimiliki sebelum mendirikan lapo tuak. Ada yang awalnya sebagai supir angkot, ada juga yang awalnya berdiri sebagai warung kopi lalu berubah menjadi lapo tuak. Pendapatan dari lapo tuak ini juga sangat membantu untuk kebutuhan rumah tangga.
Para pengunjung lapo tuak juga sering melakukan kegiatan-kegiatan sosial berupa ;
Jika ada diantara pengunjung yang mengalami peristiwa dukacita maka pengunjung lainnya hadir ke rumah yang berduka untuk melakukan penghiburan begitu juga sebaliknya jika ada yang membuat acara pesta pernikahan pun sebaliknya para pengunjung hadir di acara tersebut.
Pengunjung lapo tuak tidak hanya memperhatikan apa yang terjadi di antara sesamanya mereka juga memperhatikan kondisi lingkungan sekitar, seperti halnya dengan selokan yang mampet.
Mereka juga mengusulkan kepada kepala lingkungan untuk mengadakan kegiatan gotong royong, dan hal tersebut di indahkan .
Dari tulisan di ini, kesimpulan yang dapat di ambil lapo tuak bukan hanya dikunjungi oleh masyarakat etnis batak toba saja, lalu lapo tuak juga dapat di jadikan sebagai lumbung informasi dan juga melahirkan kesepakatan bersama oleh orang-orang yang berkunjung.
*Staf Magang HARI