25 Januari 2023, 09:45 WIB

PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perppu Cipta Kerja. Perppu ini untuk menggantikan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Polemik langsung muncul, karena substansinya dinilai tidak banyak berbeda dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi.
Salah satu sektor yang masuk dalam substansi Perppu Cipta Kerja adalah lingkungan hidup. Omnibus law dalam perppu ini membuat perizinan mulai dari izin lokasi, IMB, hingga izin lingkungan untuk syarat investasi menjadi mudah. Hal yang penting diantisipasi adalah terkorbankannya lingkungan.
Tantangan
Banyak catatan diberikan publik atas Perppu Cipta Kerja. Salah satunya kepentingan ekologi. Secara garis besar, perppu ini menghapus, mengubah, dan menetapkan aturan baru terkait perizinan berusaha yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pemberian izin lingkungan kini menjadi kewenangan pemerintah pusat. Pemerintah daerah tak dapat lagi mengeluarkan rekomendasi izin apapun. Hal ini tercantum dalam Pasal 24 ayat 1 yang menyebutkan analisis mengenai dampak lingkungan atau amdal menjadi dasar uji kelayakan lingkungan hidup oleh tim dari lembaga uji kelayakan pemerintah pusat.
Hal ini bertolak belakang dengan aturan sebelumnya. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menyebutkan dokumen amdal dinilai Komisi Penilai Amdal yang dibentuk menteri, gubernur,
atau bupati/wali kota sesuai kewenangan. Jika tak ada rekomendasi amdal, izin lingkungan tak akan terbit.
Masalah lainnya dari omnibus law itu adah proses perizinan yang tidak melibatkan peran atau partisipasi masyarakat. Masyarakat pun tak dapat lagi mengajukan keberatan terhadap amdal. Potensi pelemahan ekologis di atas justru terjadi saat kondisi lingkungan kini menghadapi segudang permasalahan krusial. Permasalahan ini mengkhawatirkan bagi keberlanjutan pembangunan. Merosotnya kualitas lingkungan dapat dicermati dari banyak sektor.
Pertama, persampahan. Jenis sampah paling membahayakan dan volumenya banyak adalah bersumber dari plastik. Plastik menjadi dilema bagi manusia di kehidupan modern ini. Keberadaannya dibutuhkan tetapi sampahnya membahayakan.
Pengelolaan yang optimal adalah kunci. Jika dapat dikelola, maka sampah akan berubah dari musibah menjadi berkah. Butuh pendekatan komprehensif mulai dari kesadaran individu hingga komitmen politik. Indonesia merupakan negara kedua di dunia penghasil sampah plastik terbesar ke laut. Peringkat pertama Cina dengan 262,9 juta ton sampah plastik.
Jumlah sampah kantong plastik terus meningkat dalam 10 tahun terakhir. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2022) memperkirakan volume sampah di Indonesia pada 2021 mencapai 18 juta ton. Sementara yang baru terkelola secara baik 73 persen atau 13,2 juta ton sampah.
Dari angka itu, 14 persen atau sekitar 9,52 persen adalah sampah plastik. Sekitar 9,8 miliar lembar kantong plastik digunakan di Indonesia setiap tahunnya. Sebesar 95 persen menjadi sampah, yang sulit diurai.
Kedua, polusi udara. Banyak perkotaan yang telah tercemar. Terutama di daerah-daerah yang terjadi kebakaran hutan seperti Kalimantan dan Sumatra. Ketiga, kemiskinan. Dari sisi geografis, jumlah penduduk miskin paling banyak di Jawa sebesar 15,31 juta jiwa. Sebanyak 63 persen penduduk miskin Indonesia berada di perdesaan dan mayoritas adalah petani dan nelayan. Kemiskinan akibat rendahnya daya dukung lingkungan.
Politik ekologi
Pemerintah mesti membuktikan dan menjalankan politik ekologi. Politik ekologi secara umum terbagi atas lingkungan internal dan eksternal (Almond, 2012). Kepemimpinan politik ramah ekologi mestinya hadir mulai secara substansial maupun faktual. Secara substansial terkait komitmen politik hijau kontestan menuju pembangunan yang lestari dan berkelanjutan. Sedangkan secara faktual mesti dibuktikan ke depan.
Beban agenda untuk menjawab tantangan lingkungan selama lima tahun ke depan memberikan konsekuensi perbaikan kinerja pemerintah. Beberapa hal mesti diupayakan pemerintah. Pertama, stakeholder politik penting melakukan evaluasi kinerja pemerintah sebelumnya. Hasil evaluasi menjadi bahan perbaikan ke depan. Pengisian kabinet mesti mempertimbangkan kapasitas, kualifikasi pendidikan, pengalaman, dan kepedulian masing-masing. Kementerian bidang lingkungan penting diisi oleh wajah yang melek dan peduli lingkungan.
Kedua, pemerintah mesti memiliki jiwa pembelajar yang cepat. Setelah pelantikan langsung menjalankan tugas dan menghadapi permasalahan lapangan. Wajah baru dalam kabinet penting cepat belajar, baik dalam hal konseptual maupun faktual. Sekat partai politik dan psi kologis mesti disingkirkan demi rakyat. Pemerintah penting memahami konsepsi pengelolaan lingkungan terpadu dan isu lingkungan.
Ketiga, mitra pemerintah koordinatif dan memberikan data akurat terhadap pemerintah. Masyarakat, baik individu maupun komunitas dan LSM penting mengajukan tuntutan agenda lingkungan lima tahun. Prioritas investasi mestinya dijalankan dengan tak mengorbankan kelestarian lingkungan. Nyatanya Perppu Cipta Kerja berpotensi sebaliknya. Semua elemen layak bergandengan tangan mengajukan penolakan dan gugatan ke MK. (Ribut Lupiyanto Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration))***
Artikel ini bersumber dari: https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-016156095/perppu-ciptaker-ancam-nasib-lingkungan-3-hal-berikut-wajib-dilakukan-pemerintah?page=2